Butir – butir kata yang tang tak sempat terangkai
Pecahan – pecahan rasa yang terurai
Berceceran terbang bersama waktu yang membunuh
Debu - debu rindu yang tak lelah kusapu
Lelah letih yang semakin ringkih membebani ingatan
Waktu yang tidak memberi kepastian
Bertarung bersama ingatan tentangmu
Ingiin rasanya mulut ini teriak
Betapa bodohnya diri
Pengecut yang layak kusandang
Tetapi satu yang bertahan
Ingin yang begitu agung
Ditengah ketidakwarasan diri
Simbol ketidakberdayaan yang menguasai
Butiran dan pecahan hasrat yang terurai
Diantara gengsi diri yang begitu kokoh berkuasa
Terkukung bersama ketidakwarasan yang merajai
Pikirku bertarung sengit dengan rasa murni inginku
Tanpa ada siasat buruk yang akan menggores luaka hati
Lembut rasa yang berbalut keras cangkang milikmu
Bahwa diri pengecut lebih lantang bersuara
Apa daya jiwa lemah berkedok baja
Memilih untuk membiarkan ketidakwarasan lebih berbicara
Daripada menerima kenyataan
Membiarkanmu sendiri bertanya kepada waktu
Harusnya aku disitu mendampingi memberi jawab
Apa daya jiwa pengecut yang tidak sanggup menemani
Terlalu egois menerima kenyataan lain atas jawabmu
Pantas kalau engkau memutus ruang didalamnya hanya ada aku dan engkau
Maaf aku terlalu pengecut untuk menerima keadaan diluar kuasaku
Mugkin aku hanya pengecut
Yang berenang diantara riak – riak arus mimpi
Yang tidak punya nyali untuk membuka mata menatap pagi
Bangun dari mimpi manatap sinar surya realita kehidupan
Bandung, 14 Januari 2014
Pecahan – pecahan rasa yang terurai
Berceceran terbang bersama waktu yang membunuh
Debu - debu rindu yang tak lelah kusapu
Lelah letih yang semakin ringkih membebani ingatan
Waktu yang tidak memberi kepastian
Bertarung bersama ingatan tentangmu
Ingiin rasanya mulut ini teriak
Betapa bodohnya diri
Pengecut yang layak kusandang
Tetapi satu yang bertahan
Ingin yang begitu agung
Ditengah ketidakwarasan diri
Simbol ketidakberdayaan yang menguasai
Butiran dan pecahan hasrat yang terurai
Diantara gengsi diri yang begitu kokoh berkuasa
Terkukung bersama ketidakwarasan yang merajai
Pikirku bertarung sengit dengan rasa murni inginku
Tanpa ada siasat buruk yang akan menggores luaka hati
Lembut rasa yang berbalut keras cangkang milikmu
Bahwa diri pengecut lebih lantang bersuara
Apa daya jiwa lemah berkedok baja
Memilih untuk membiarkan ketidakwarasan lebih berbicara
Daripada menerima kenyataan
Membiarkanmu sendiri bertanya kepada waktu
Harusnya aku disitu mendampingi memberi jawab
Apa daya jiwa pengecut yang tidak sanggup menemani
Terlalu egois menerima kenyataan lain atas jawabmu
Pantas kalau engkau memutus ruang didalamnya hanya ada aku dan engkau
Maaf aku terlalu pengecut untuk menerima keadaan diluar kuasaku
Mugkin aku hanya pengecut
Yang berenang diantara riak – riak arus mimpi
Yang tidak punya nyali untuk membuka mata menatap pagi
Bangun dari mimpi manatap sinar surya realita kehidupan
Bandung, 14 Januari 2014
No comments:
Post a Comment