Agama adalah salah satu kosakata yang nampaknya tak akan
pernah terlepas dari kehidupan manusia. Keyakinan atau ketidakyakinan terhadap
agama telah memberikan inspirasi dan
warna bagi peradaban umat manusia. Agama sepertinya memasuki semua ruang
aktifitas manusia, ekonomi, politik, sosial, budaya, sains, teknologi maupun
aktifitas biologis sehari-hari tanpa terkecuali. Terserah manusia peduli atau
acuh terhadap agama itu.
Bila seperti itu kenyataannya, ada baiknya bila kita
membicarakan kembali apa itu agama? Agar keberimanan terhadap suatu ajaran
agama tersebut juga disertai dengan pengetahuan, pengertian, pembuktian
atau argumentasi.
Definisi Agama (Din)
Dari bahasa Sansekerta didapatkan pengertian bahwa agama
adalah keteraturan, sementara dalam bahasa Arab didapatkan pengertian bahwa
agama (din) adalah balasan atau
ketaatan. Dalam Alquran surat Al Fatihah ayat 4 disebutkan “Maliki yaumiddin - (Dialah) pemilik
(raja) hari pembalasan” . Sementara menurut istilah ilmu Ketuhanan (Teologi/Kalam)
agama adalah sekumpulan keyakinan, hukum dan norma yang akan mengantarkan
seseorang pada kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
Dari pengertian tersebut, dapatlah diketahui bahwa agama mempunyai tiga dimensi yaitu; sistem keyakinan (aqidah), hukum (syariat),
dan norma (akhlaq). Ketiganya saling berkaitan dan melengkapi. Tidak boleh
disangsikan salah satunya jika seseorang ingin beragama dengan benar.
Teori Munculnya
Agama
Menurut Syahid Murtadha Muthahhari (manusia dan Agama,
Mizan, 45) dari dominannya peran agama dalam kehidupan manusia sehari-hari,
muncul berbagai hipotesis atau teori berkenaan dengan munculnya suatu
agama. Misalnya ;
1. Agama adalah produk dari rasa takut manusia.
Manusia karena kondisi alam yang ganas seperti banjir, badai
topan,ataupun gunung meletus dsb timbul
rasa takutnya sehingga akhirnya merasakan perlu adanya sosok(dzat) yang mampu
melindungi dan menjaga mereka (Tuhan). Hal ini bisa juga muncul karena
ketakutan terhadap adanya hari pembalasan dan siksa neraka. Jadi, menurut
mereka (kaum materialis) jika manusia tidak mempercayai adanya siksa neraka dan
sudah tidak merasa ketakutan lagi, maka agama
tidaklah dibutuhkan.
2. Agama adalah produk dari kebodohan
Agama menurut teori ini lahir karena ketidakfahaman manusia
terhadap hukum alam dan sains yang belum berkembang, lalu dinisbahkanlah
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini dengan hal-hal yang metafisik
(seperti kehendak Tuhan). Konsekuensi dari teori ini adalah bahwa dengan makin
pintarnya seseorang, maka makin jauhlah ia dari agama. Orang yang mau beragama
menurut teori ini hanyalah orang bodoh yang kurang kerjaan saja. Orang pintar
tak perlu lagi agama.
3. Agama adalah produk dari keinginan orang untuk
mendapatkan keadilan dan keteraturan.
Menurut teori ini, manusia menyaksikan kedzaliman dan
ketidakadilan terjadi. Lalu manusia menciptakan agama sebagai sistem untuk
mengatur kehidupannya agar tercipta keteraturan dan keadilan. Jadi, konsekuensinya
adalah bila manusia sudah mampu menciptakan Undang-undang yang mengatur
kehidupan manusia misalnya dalam suatu tatanan negara, maka hukum agama sudah
tidak diperlukan lagi. Tuhan sudah tidak harus ditaati lagi. Toh pada
prinsipnya hukum agama banyak yang sama dengan hukum yang diciptakan oleh
manusia, buat apa perlu bertuhan? Kalau manusia sendiri saja mampu membuat
hukum.
4. Agama sebagai produk penguasa
Hipotesis ini diungkapkan kaum Marxis karena melihat bahwa
kelas penindas (penguasa) ingin mempertahankan statusnya sehingga agama
hanyalah dijadikan alat propaganda penguasa saja. Para ulama/pendeta dan
penganjur agama tsb hanya merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah yang
korup (penindas). Menurut mereka, kaum tertindas (rakyat) harus keluar dari
jerat doktrin agama dan melakukan perlawanan terhadap penguasa. Rakyat tidak
usah takut terhadap penguasa tetapi harus melawan (termasuk juga doktrin agama)
agar bisa hidup sejahtera. Agama hanya candu saja.
5. Agama adalah produk dari orang-orang lemah.
Menurut teori ini
(berlawanan dengan teori ke empat) bahwa orang-orang yang tertindas baik secara
ekonomi, maupun seksual dsb, menciptakan agama agar mampu menampung aspirasi
mereka. Orang yang lemah menganjurkan melalui agama adanya norma seperti
kedermawanan, kesabaran, kerendahhatian, kasih sayang dsb agar orang-orang kuat
(kaya) mau peduli terhadap mereka. Jadi kalau tidak ada lagi orang yang lemah
(miskin), pada akhirnya agama sudah tidak diperlukan lagi.
Teori-teori tadi sepintas lalu nampak mengandung kebenaran.
Tapi bila kita jeli ada beberapa argumentasi bisa diajukan untukmenjawab dan
menjelaskan duduk perkara dari teori -teori tersebut.
Bahwa agama muncul dari rasa takut memang ciri orang yang
beragama. Tapi, rasa takut terhadap hari pembalasan dan siksa Tuhan dirasakan
ketika orang sudah meyakini keberadaan Tuhan terlebih dahulu, bukan takut dulu
lantas percaya terhadap keberadaan Tuhan. Agama juga bukan ciptaan orang bodoh,
karena banyak para cendekiawan maupun profesor yang beragama dan dikenal taat.
Sebaliknya, banyak orang bodoh yang tak mau beragama.
Agama mempunyai hukum (syariat) yang tak hanya mengatur
masalah hubungan antarsesama manusia, tapi juga terhadap alam dan sang
pencipta. Syariat mengatur tata cara ibadah yang benar. Agama juga tak selalu
muncul dari penguasa yang dzalim atau pun dari
orang lemah. Nabi Daud dan Sulaiman adalah nabi sekaligus raja, nabi
Muhamad adalah seorang bangsawan quraisy yang kaya (pedagang). Mereka semua adalah penguasa yang
membela orang-orang yang lemah. Dengan semua bantahan ini berarti teori-teori
tentang kemunculan agama tersebut gugur (tidaklah tepat). Faktor munculnya
agama berarti berasal dari sesuatu yang lain.
Fitrah dan Agama
Manusia jika mengandalkan inderanya saja (kemampuan fisik)-
sebagaimana telah kita bahas
sebelumnya - akan jatuh pada derajat
yang lebih rendah dari binatang. Hal dikarenakan fisik manusia yang lemah. Dari
ke lima panca indera yang dipunyainya, beberapa binatang jauh memiliki
keunggulan dibandingkan manusia. Tapi manusia memiliki keunggulan ruhani berupa
akal dan hati. Sehingga segala apa yang ada di langit dan di bumi ditundukkan
untuk manusia. Allah swt berfirman: “Sungguh
telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami berikan mereka kekuasaan di darat dan di
laut, serta kami anugerahkan mereka rezeki. Dan sungguh kami muliakan mereka di
atas makhluk kami lainnya.” (QS Al Israa : 70). Dan karunia terbesar yang
termasuk dimensi ruhani tersebut adalah fitrah. Agama dalam hal ini termasuk
fitrah yang dimiliki manusia. Jadi jawaban pertanyaan mengapa agama selalu
melingkupi dan mewarnai perjalanan sejarah manusia adalah karena unsur fitrah
agama itu sendiri.
Dalam menentukan fitrah yang terdapat dalam diri manusia,
para cendekiawan ataupun ulama terkadang
berbeda menyebutkan jumlahnya tapi sebagaimana disebutkan oleh syahid Murtadha
Mutahhari, bahwa manusia mempunyai lima
fitrah dalam dirinya; kecenderungan
kepada kebenaran, kecenderungan kepada kebaikan, kecenderungan kepada
keindahan, kecenderungan untuk berkreasi, dan kecenderungan untuk mencinta
(menyembah / beragama). Jadi, dari kecenderungan (fitrah) yang terdapat dalam
diri manusia tersebutlah rasa keberagamaan (keimanan) terhadap dzat yang maha
sempurna itu muncul. Dan dalam menyempurnakan misi wahyu kepada umat manusia
yang terkadang lalai menggunakan potensi ruhaninyalah seorang nabi kemudian
diturunkan.
Allah swt berfirman: “Maka hadapkanlah wajahmu kepada Din (agama) dengan lurus, sebagai
fitrah Allah yang atasnya manusia diciptakan (QS Rum : 30). Jelaslah sudah
bagi kita bahwa agama ternyata adalah salah satu fitrah kemanusiaan kita.
Akankah kita ingkari fitrah itu dengan berhenti mencari pengetahuan yang benar
mengenai agama yang benar pula? Mencari
pemahaman Islam yang paripurna?.
No comments:
Post a Comment