Menengok kembali ke
masalalu dimana sekarang aku di masa kini akan menjadi masa lalu pula ketika
aku di masa depan dan begitu seterusnya. Mencoba kembali mengurai
ingatan-ingatan dan pengalaman yang tersimpan dalam memori otak ku dan seolah
olah hadir kembali dalam suatu kejadian yang sebenarnya sudah berlalu. Yah
mungkin bisa dibilang sebuah nostalgia.
Aku mencoba menghadirkan ingatan ku di masa lalu, karena
inilah satu-satunya alat yang kumiliki untuk mengakses ke masa lalu karena aku
bukan nobita yang berteman dengan doraemon yang dengan alat canggih nya yaitu
mesin waktu dapat melakukan perjalanan atau pergi ke masa lalu karena aku
dimasa lalu adalah sebuah pengalaman yang aku tampilkan kembali memori nya dan
aku ceritakan kembali di masa kini. Yap, ternyata bercerita tentang masa lalu
itu sama dengan melakukan perjalanan waktu ke waktu lampau melalui ingatan
ingatan tentang masa itu.
Lahir dan tumbuh menapaki masa remjaku di kabupaten
Kuningan Jawa Barat tepatnya di desa Cikadu Kecamatan Nusaherang. Aku menempuh
sekolah dasar di SD Cikadu 3 yang memang letaknya di dusun tempatku tinggal
tempat dimana aku menghabiskan masa kecilku dusun puhun namanya namun orang
lebih familiar dengan nama kampung Tarikolot. Entah hingga kini pun aku tidak
tahu persis kenapa kampung ku dinamai kampung Tarikolot. Dulu semasa kecil
karena Play Station, Gadget dan permainan elektronik lain yang biasa di mainkan
anak-anak masa kini belum aku kenal maka aku sering bermain ke sawah, kali dan
mapay hawangan (menelusuri irigasi). Karena keseringan main ke hawangan
(irigasi) terkadang ketika lusuh pulang ke rumah orang tuaku sering memarahiku “Ulah
sering ulin ka hawangan kidul angot deukeut mertawingking bisi ka sambat!”. Pada
saat itu mendengar kata Mertawingking membuat bulu kuduk merinding dan enggan
lagi bermain ke sana. Mertawingking adalah sebuah batu yang cukup besar dan
orang-orang kampungku bilang disana adalah tempat kerajaan jin, tempat jin
rapat, tempat jin party bla bla bla dan seterusnya. Mertawingking menjadi
sebuah tempat menyeramkan dengan bumbu-bumbu cerita mistisnya..
Setelah lulus SMP aku melanjutkan sekolah ke SMK
mengambil program kejuruan Teknik Mekanik Otomotif di SMK Muhammadiyah 2
Kuningan. Yah masa SMK dimana aku menapaki masa remaja, masa dimana aku berproses
mencari jati diri. Kita tentu sering mendengar kalimat ‘jati diri’ namun apakah
jati diri itu, dan kenapa dicari-cari. Pepatah dalam Bahasa Sunda “Dina
saban-saban robah mangsa, ganti wanci, ilang bulan, kurunyung taun, sok
mindeng kabandungan manusa sanajan ngalamun salaput umur kahayang patemba-temba
karep heunteu reureuh-reureuh anging kadar pangeran nu bakal karandapan boh
hade sumawona goring.
Kuring jeung kurung, bakal di bulen saendeng-endeng
ngagebleg deui jeung mantena eta oge lamun urangna bisa ngajalankeun hirup
jeung huripna. Mun ceuk hasan mustofamah eta oge mun kacangking elmu insan
kamil mu kamil, (sampurna dina jero sampurna)”.
Secara garis besar dalam diri
manusia memiliki dua unsur yang sangat berbeda yaitu. Dalam pandangan
radikalnya dikatakan dua unsur pembentuk manusia saling bertentangan satu sama
lainnya. Tetapi kedua unsur tidak dapat dipisahkan dan saling melengkapi satu
sama lain, karena keduanya sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dua
unsur dalam manusia yakni; raga dan roh, metafisik dan fisik, roh dan jasad, rohani
dan jasmani.
Jadi dapat ditarik kesimpulan dari
persfektif di atas. Dalam tubuh manusia terdiri atas dua unsur besar yakni
unsur Fisik dan unsur Metafisik. Di antara kedua unsur tersebut terdapat “bahan penyambung”, dalam literatur
barat disebut soul atau jiwa, Islam; nafs, Yunani; anemos, dan dalam bahasa Indonesia; nyawa (badan alus). Hawa, jiwa, anemos, soul, atau nyawa merupakan
satu entitas yang kira-kira tidak berbeda maknanya, berfungsi sebagai media persentuhan atau “lem perekat” antara
roh (spirit) dengan jasad (body/corpus). Hawa, nafs, anemos, soul, jiwa, nyawa bermakna
sesuatu yang hidup (bernafas) yang ditiupkan ke dalam corpus (wadah atau bungkus).
Dalam kalimat diatas ada kata Dina saban-saban robah mangsa, ganti wanci,
ilang bulan, kurunyung taun, itu
semua menunjukan waktu dalam filsafat sunda disini menunujukan waktu yang
sering berubah-ubah dari detik ke detik menuju perubahan yang sudah menjadi
paradigma yang tidak mungkin dirubah dari masa kanak-kanak, masa dewasa, dan
masa tua, waktu kamari (masa lalu), waktu kiwari (masa yang sedang dijalankan),
waktu bihari (Masa Yang akan datang) yang pastinya untuk merubah dari masa
buruk menuju masa terang semuanya berhubungan dengan jati diri. Mencari siapa
AKU atau kurang lebih mencari siapa diri sendiri sehingga AKU bisa dapat di akui atau eksis, maka jika mengutip
kata descarates cogito egro sum aku
berfikir maka aku ada, manusia disebut manusia karena manusia berfikir yang
membedakan manusia dengan hewan adalah akal dan tau dirinya manusia bukan
binatang.
Masa remajaku saat dalam proses
mencari siapa aku entah mengapa telingaku nyaman mendengarkan musik-musik
beraliran Rock dan Metal yang berisik dan kadang-kadang lirik lagunya menurutku
“nakal” dan “liar” macam BURGERKILL, FORGOTTEN, BESIDE, dan sebagainya. Serasa
aliran jiwa diriku bersinergi dengan dentuman musik keras dengan tempo yang
begitu cepat dan aku menikmati itu. Setiap lirik dari band metal yang aku
anggap “liar” dan “berani” seperti FORGOTTEN yang menulis judul lagu “Tuhan Telah Mati” band BESIDE menulis
lagu “Aku Adalah Tuhan” pada saat itu
aku pandang sebuah keberanian berfikir dan sebuah kritik terhadap manusia yang
lebih mementingkan hal-hal duniawi dan melupakan Tuhan sehingga diagangkat
judul Tuhan Telah Mati oleh FORGOTTEN dan memuja diri sendiri dengan kesombongan
dan di angkat lagu Aku Adalah Tuhan oleh BESIDE tidak aku pandang menjadi sebuah
kemusryrikan atau menuduh sesat.
Karena menggandrungi musik
metal pada saat itu kesan aliran musik
metal yang seram, angker dan keras tertanam di otak ku yang mulai mempengaruhi
gaya dandananku sehari-hari 90% dari seluruh pakaian yang ku miliki adalah
warna hitam mungkin yang tidak adalah seragam sekolah saja. Yap, musik metal adalah
salah satu yang telah mempengaruhi cara pandang dan kerangka berfikir ku, sehingga
ketika aku mulai mengenal internet sekitar tahun 2008 dan mulai belajar membuat
blog untuk sekedar ingin menulis dan memposting lagu-lagu metal kesukaan ku. Aku
bingung menamai blog ku apa yang bisa menampilkan kesan angker, dan menyeramkan.
Entah pada saat itu yang muncul begitu saja adalah kata Mertawingking dan aku
namai blog ku dengan nama mertawingking yang sekarang aku lupa email dan
passwordnya apa.
Link
blog pertama ku yang ku namai Mertawingking (http://mansion-mertawingking.blogspot.co.id/).
Mertawingking seakan
menjadi identitas yang ingin aku tampilkan saat itu higga saat ini akun
facebook ku masih menngunakan other name Jurig Mertawingking. Entah kenapa pada
saat itu teman-teman sebaya yang dalam satu kampung satu tangkringan di warung
Si Bos Condit pun menyukai nama Mertawingking dimulai dari pekerjaan yang di
cantumkan di akun facebook nya dengan perusahaan Mertawingking Corporation, bahkan
group Facebook yang didalamnya dikhususkan untuk warga kampung tarikolot yang
dibuat oleh temanku pun bernama TARIKOLOT MERTAWINGKING COMMUNITY.
Tidak untuk membongkar
kebenaran sebuah mitos tentang Mertawingking tetapi kini Mertawingking telah di
reproduksi ulang bukan hanya dimaknai sekedar mitos tapi sebuah simbol solidaritas
lembur yang coba di bangun karena bagiku manusia pada hakekatnya adalah makhluk
yang senantiasa lahir dari proses berkebudayaan dan berkembang dalam
kebudayaan. Segala bentuk kegiatan manusia selalu mengarah pada
peristiwa-peristiwa budaya. Kebudayaan dalam hal ini bukan berarti sebagai
sebuah sistem tetapi proses dimana manusia bergulat dan mengarahkan dirinya
pada tahap tertentu. Dalam proses berkebudayaan manusia harus melewati tiga
tahap, menurut Van Peursen kebudayan tiga tahap itu yaitu: mitis, ontologis dan
fungsional. Tiga tahapan ini selalu dilewati oleh manusia dalam proses
berkebudayaan.
Tahap yang akan diulas
adalah tahap pertama yaitu mitis. Tahap mitis adalah tahap dimana mitos-mitos
begitu hidup di masyarakat. Mitos adalah dasar dari kebudayaan, oleh karena itu
mitos selalu hadir dalam setiap kebudayaan. Kehadirannya bisa berbeda dari
setiap ruang dan waktu, mengikuti masa dimana proses kebudayaan itu bertumbuh.
Mitos yang pada mulanya adalah cara untuk menyampaikan makna dibalik simbol
yang menjadi pedoman dan mengarahkan kehidupan masyarakat secara kolektif.
Namun dalam perkembanganya mitos tidak lagi mampu menyampaikan makna yang
sesungguhnya. Mitos Budaya massa adalah produk dari mitos yang tidak mampu
menyampaikan makna yang sebenarnya dalam kehidupan manusia.
Mitos seringkali
dimengerti sebagai cerita-cerita suci, hal ini tidak salah, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya mitos khususnya oleh Roland Barthes mitos diartikan
sebagai sebuah bahasa: “ le mythe est une
parole” Mitos adalah wicara maka bahasa menjadi salah satu cara dimana
mitos itu berkembang. Mengerti mitos berarti mengerti sebuah pesan.
Kata mitos berasal dari
bahasa Yunani muthos, yang secara harafiah berari sebagai cerita atau sesuatu
yang dikatakan seseorang, dalam pengertian yang lebih luas bisa berarti suatu
pernyataan, sebuah cerita. Mitos bukan sekedar cerita seperti dongeng atau
legenda yang sering diceritakan oleh orang-orang tua. Mitos memiliki keunikan
dan perbedaan yang sangat mendasar dengan cerita-cerita rakyat. Didalam mitos
terkandung makna- makna yang dihadirkan lewat simbol-simbol, yang mengungkap
asal-usul masyarakat. Biasanya mitos berisikan cerita-cerita sakral yang
mengandung ajaran-ajaran atau pesan untuk generasi saat ini yang bersifat
kolektif. Mitos bukanlah cerita historis, sehingga ia tidak memiliki ruang dan
waktu tertentu. Cerita itu lahir begitu saja sebagai sebuah kisah yang hidup
dan berkembang di masyarakat secara turun temurun.
Tanpa bermaksud
menghapuskan mitos Mertawingking yang ada di kampungku yang mewarnai khazanah
kebudayaan tapi menggunakan nama Mertawingking yang orang-orang tua kampungku anggap
seram kini nama mertawingking telah menjadi sebuah identitas baru kaum muda
kampungku yang menamai barudak mertawingking, menamai group facebook kampung
dengan nama mertawingking yang dimana disanalah kami merajut tali silaturahmi
dengan kawan satu kampung yang merantau jauh di kota lain. Tentu dengan kita
mencoba keluar secara pemikiran dari belenggu mitos mencoba mereproduksi ulang
mitos menjadi hal-hal yang produktif dan positif akan jauh lebih baik daripada memelihara
mitos dan terkesan mensakralkan mitos yang tidak akan menjadi apa-apa dan hanya
akan tetap menjadi sebuah mitos.
No comments:
Post a Comment