Menyadari adanya keburukan dan ketidakadilan sosial,
sebagian filsuf menyodorkan teori tentang perubahan masyarakat secara
menyeluruh dengan menumbangkan yang lama, misalnya Karl Marx dengan paham
dialektis materialisme yang meramalkan terjadinya revolusi sosial dan
terwujudnya masyarakat baru tanpa kelas.
Di samping beberapa ide perubahan sosial menghendaki
perubahan radikal dengan menuntut tatanan masyarakat yang sepenuhnya baru,
sejumlah ide lain berusaha mempertahankan tatanan sosial yang ada saat ini
sambil mengusulkan beberapa penyesuaian karena berpandangan bahwa tatanan
masyarakat yang ada saat ini sebagai yang terbaik di antara senua sistem yang
mungkin. Karl Marx percaya bahwa manusia menciptakan sendiri dan dunianya
melalui aktivitas di dalam dunia. Jadi, transformasi ini berlangsung di dunia
praktik, sebagai aktivitas-aktivitas, bukan hanya angan-angan dan mark
menuliskan keyakinannya bahwa kelas pekerja adalah kekuatan sosial yang mampu
mengefektifkan perubahan revolusioner dalam masyarakat.
Dalam karya Marx, masalah dinamika kapitalisme yang
mengarah ke revolusi sosialis dibicarakan dari dua sudut: pertama dari segi
filsafat dan sosiologi, dan kedua dari segi ekonomi. Dua garis argumentasi itu
berdiri sendiri dan dikembangkan oleh Marx pada saat yang
berbeda. Dari segi logika, analisis
ekonomis menjadi dasar prediksi sosiologis dan argumentasi filosofis. Menurut
pandangan sejarah materialis, yang menjadi motor perkembangan masyarakat adalah
ketegangan dalam bidang ekonomi, tepatnya dalam hubungan produksi, yaitu
pertentangan kepentingan antara kelas-kelas atas, dan ketegangan itu sendiri di
tentukan oleh perkembangan alat-alat produktif. Di suatu pihak alat-alat kerja,
keterampilan kaum buruh serta teknologi terus-menerus maju. Tetapi, di lain
pihak, kelas-kelas atas tetap mencegah segala perubahan dalam struktur
kekuasaan. Karena ketegangan ini, ledakan revolisioner akhirnya tidak dapat di
hindari. Oleh karena itu analisis sosiologis terhadap dinamika pertentangan
antara proletariat dankaum kapitalis mengandaikan analisis ekonomis tentang
dinamika internal sistem produksi kapitalis.
Diungkapkan di dalam Manifesto Komunis, ditulis oleh Marx dan Engels yang terbit pertama
kali tahun 1848. Tetapi uraian yang lebih jelas tentang hakekat negara dapat ditemukandalam buku
Nikolai Lenin yang berjudul Negara dan
Revolusi (1918), yang juga berhubungan dengan karya Friederich Engels Asal Mula Keluarga, Milik Pribadi dan Negara (1884).
Dasar Sejarah
“Sejarah segala masyarakat yang ada dewasa ini
merupakan sejarah pertentangan kelas”, ini merupakan gagasan pokok sebagian
besar isi Manifesto Komunis. Menurut
Marx dan Engels, bila kita meneliti sejarah selalu di jumpai adanya dua kelas
yang besar, penindas dan yang di tindas, atau di dalam istilah yang lebih
modern, para penghisap dan yang dihisap.
Dewasa ini, kata Manifesto
Komunis, masyarakat sebagai suatu kebulatan kian lama semakin terpecah
menjadi dua kubu yang saling bermusuhan, yaitu kubu kelas kapitalis dan kubu
kelas proletariat. Pertentangan kelas ini pada akhirnya merupakan pertentangan
yang tidak dapat di damaikan, dan memang tidak ada dasar untuk mendamaikannya
karena kedua kelas tersebut mempunyai tujuan-tujuan ekonomi yang sama sekali
saling bertentangan. Timbulnya pertentangan semacam ini akan mengakibatkan
kekacauan kecuali apabila pertentangan itu dapat di kendalikan serta diperlunak
dan dapat di batasi.
Ideologi
Menurut Marx
Bagi Marx, ideologi merupakan suatu konsep yang tidak
abstrak. Ideologi merupakan piranti, yang dengannya ide-ide dari kelas berkuasa
dapat di terima di dalam masyarakat sebagai sesuatu yang normal dan natural.
Segenap pengetahuan merupakan hal yang ‘clas
based’: telah terinskripsikan di dalam muasal kelasnya, dan bekerja demi
kepentingan kelas yang bersangkutan. Marx memahami bahwa para anggota dari
kelas subordinat, yakni kelas pekerja, dituntun untuk membayangkan tentang
pengalaman sosialnya, hubungan sosial, dan bahkan, akan diri mereka sendiri,
melalui seperangkat ide yang bukan berasal dari diri mereka sendiri, melainkan
datang dari suatu kelas yang tidak hanya memiliki kepentingan sosial, politik,
dan ekonomis yang berbeda dengan mereka, namun sungguh-sungguh berlawanan.
Menurut Marx, ideologi borjuis mempertahankan para
pekerja, yakni kaum proletar dalam status false
consciousness. Kesadaran masyarakat akan siapa dirinya, atau bagaimana
hubungan mereka dengan bagian masyarakat lainnya, dan pengertian yang mereka
bangun tentang pengalaman sosialnya, di produksi oleh masyarakat, bukan
merupakan sesuatu yang alami atau biologis. Kesadaran kita dideterminasi oleh
masyarakat tempat kita di besarkan, bukan oleh watak ataupun psikologi
individu.
Dengan mengalunnya abad kedua puluh, bagaimanapun
juga, semakin jelaslah betapa kapitalisme tak mungkin dilemahkan oleh revolusi
internal, dan betapa revolusi sosialis di Soviet tak kunjung berkembang lebih
dari yang di harapkan. Dan kapitalisme masih juga bercokol untuk menggerogoti
mayoritas dari penganutnya sendiri dan mengeksploitasinya bagi mayoritas
tertentu.
Pemikiran Karl
Marx Tentang Perubahan Sosial
Sebagian besar pengamat Karl Marx mengatakan bahwa
tulisan-tulisan Marx tergolong tidak mudah di pahami. Erich Formm bahkan
mengatakan bahwa filsafat Marx banyak di salah pahami, seperti misalnya asumsi
bahwa Marx mengabaikan pentingnya individu, dan kritik Marx terhadap agama
identik dengan penolakannya terhadap semua nilai spiritual. Menurut Formm,
asumsi tersebut sama sekali tidak benar. Marx menentang alienasi manusia,
melawan dehumanisasi dan otomatisasi manusia yang melekat di dalam perkembangan
industrialisasi Barat. Tujuan Marx adalah pembebasan manusia dari belenggu
determinasi ekonomi.
Teori Perubahan sosial Marxbukan sekadar petualangan
pemikiran, melainkan merupakan petunjuk untuk bertindak. Hal ini dapat dilihat
pada dua di antara sandaran pemikiran marx, yaitu dialektika dan materialisme.
Dialektika menyatakan bahwa inti segala sesuatu adalah kontradiksi, baik di
alam benda maupun di alam manusia. Bagi Marx, perubahan terjadi sebagai akibat
kontradiksi antara kekuatan-kekuatan dan hubungan-hubungan produksi. Hasil
kontradiksi adalah revolusi. Revolusi komunis akan melenyapkan kelas dan
penguasa kelas, bersamaan itu adalah penghapusan negara karena negara merupakan
alat pengendali dari kelas yang berkuasa.
Salah satu kritik Marx ialah mengenai pembagian kerja.
Sebelum datangnya industrialisme manusia adalah suatu keutuhan, tidak
teralienasi. Namun, setelah datangnya industrialisme kondisi manusia
terpeceh-belah dalam kapitalisme. Realisasi kerja tampil sebagai hilangnya
realitas bagi kaum buruh. Semakin besar produknya, semakin terasinglah ia. Oleh
karena itu, Marx menegaskan perlunya pembebasan kemanusiaan. Di dalam The Comunist Manifesto yang di tulisnya
bersama Engels, muncul aksioma bahwa semua sejarah adalah sejarah perjuangan
kelas. Marx mengembangkan model dua kelas yang banyak di tiru oleh sosiolog dan
sejarawan di kemudian hari, yaitu sejarah modern adalah peperangan dua kelas
fundamental: borjuis dan proletar.
Di dalam Capital
Marx mengemukakan kritik terhadap etika kapitalis sebagai berikut:
“Masyarakat
borjuis, singkatnya, mereduksi nilai kemanusiaan menjadi nilai ekonomis, dan
mereka menyeragamkan pelbagai perbedaan yang mestinya menjadi karakteristik
kehidupan sehari-hari. Tenaga kerja kita tenggelam menjadi benda-benda, yang
lantas menguasai kita, menjadi lebih pentingdaripada kita, dan mirip
pemberhalaan, kita terjerumus ke dalam pemujaan atas dunia semu ini.” (Beliharz,2003:275)
Pemikiran Marx tentang perubahan sosial disebut
materialisme dialektis berpendirian bahwa segenap kenyataan bersifat material,
dan senantiasa mengalami perubahan karena adanya kekuatan-kekuatan yangsaling
berlawanan yang terdapat dalam segala hal. Untuk dapat memahami pemikiran Mark
secara utuh amatlah penting untuk mengetahui pandangan Marx tentang hakikat
manusia. Menurut Marx, hakikat manusia itu berubah-ubah tigkah laku menentukan
hakikat manusia. Marx menganut pendirian: manusia ialah apa yang mereka
kerjakan. Oleh sebab itu, yang menentukan hakikat manusia adalah tingkah laku
dan bukan esensi. Pendirian ini menimbulkan konsekuensi cukup serius. Jika
manusia adalah apa yang mereka kerjakan ditentukan oleh cara-cara produksi,
menguasai alat-alat produksi berarti menguasai hakikat manusia. Atas dasar
inilah berkembang pengertian tentang pertentangan kelas yang begitu mengerikan.
Semua pakar sependapat bahwa pemikiran Marx mengalami
perkembangan; yang di perdebatkan ialah apa yang lebih dominan dalam
perkembangan pemikiran tersebut: kontinuitas atau diskontinuitas? Louis
Althusser berpendapar bahwa ada perubahan dalam pemikiran Marx, yaitu antara
pemikiran “Marx muda” dan “Marx tua” terjadi sebuah potongan tajam. Marx pra-1846
adalah humanis, sedangkan Marx pasca
1845 anti humanis atau ilmiah. Namun, sebagian besar pengamat
menekankan adanya kontinuitas perkembangan dalam pemikiran Marx. Menurut
Magnis-Suseno, garis besar perkembangan pemikiran Karl Marx dapat diuraikan bahwa
Marx mempelajari filsafat Hegel dan mencari jawaban atas pertanyaan yang
mengusiknya yaitu bagaimana membebaskan manusia dari penindasan sistem politik
reaksioner, Pemikiran Marx semakin berkembang setelah menyelami filsafat
Feuerbach, ia mengartikan ciri reaksioner negara Perusia sebagai ungkapan
keterasingan manusia dari diriya sendiri; Sesudah berjumpa dengan kaum sosialis
radikal di Paris, Marx menjadi yakin bahwa keterasingan paling dasar
berlangsung dalam proses pekerjaan manusia karena sistem hak milik pribadi
kapitalis menjungkirbalikan makna pekerjaan menjadi sarana eksploitasi; Marx
makin memusatkan perhatiannya pada syarat-syarat penghapusan hak milik pribadi,
ia sampai pada pendapat bahwa faktor yang menentukan sejarah bukanlah politik
atau ideologi melainkan ekonomi; dan Marx makin memusatkan studinya pada
ekonomi kapitalistik, dan sampai pada kesimpulan bahwa ekonomi kapitalisme akan
menghasilkan penghisapan manusia pekerja dan karena itu pertentangan kelas
sangat tajam. Kontradiksi internal itulah yang akan melahirkan revolusi kelas
buruh dan mewujudkan masyarakat sosialis tanpa kelas.
Konsepsi dasar Marx yang terdapat di dalam Manifesto Komunis ialah pertentangan
kelas, kapitalisme, negara, dan revolusi. Konsepsi Marx tentang pertentangan
kelas sering disalahpahami, dipersepsikan bahwa Marx menganjurkan pertentangan
antar kelas, dengan kata lain ideologinya adalah suatu ideologi bernuansa kekerasan.
Padahal maksud Marx ialah: Jika tidak terdapat kelas-kelas karena mereka hanya
memproduksi barang sesuai dengan apa yang mereka butuhkan. Selain itu tidak ada
orang-orang yang di tugaskan secara khusus untuk memegang jabatan-jabatan
politik. Selama ribuan tahun manusia mengembara di bumi dengan berburu dan
mengumpulkan biji-bijian. Setelah munculnya pertanian dan peternakan,
terdapatlah hasil lebih. Hasil itu lebih menarik hati mereka yang tidak di
milikinya, berkembanglah teknik perlindungan dan teknik perang. Hasil
penelitian Washington State University
menyatakan bahwa rangsangan pertama untuk perang terjadi ketika para
peternak-pengembara yang kelaparan menemukan masyarakat petani yang memiliki
persediaan nanberlebih. Apalagi setelah munculnya industrialisasi dan
kapitalisme, pertentangan kelas itupun semakin tajam. Akan tetapi, marxisme
meyakini bahwa masyarakat berkelas pernah tidak ada dan kelak juga akan punah.
Marx menyatakan bahwa Negara akan “melenyap”, bukan
“dilenyapkan”. Kusumandaru menulis bahwa “proses melenyapkan Negara adalah
proses dialektika ketika demokrasi dan keadilan sosial di bangun di bawah
panji-panji sosialisme. Bagi Marx, hanya kaum proletar yang akan menjalankan
Negara Sosialis itu untuk menuju ke arah lenyapnya Negara secara keseluruhan”.
Marx Tidak pernah memberikan sebuah definisi ringkas
tentang revolusi yang dimaksudkannya. Ia hanya menunjukan esesnsi di balik
revolusi itu, yaitu “perubahan dalam pola produksi umat manusia, yang pada
gilirannya membawa perubahan pada pola pikir, tindakan, dan tatanan masyarakat
secara keseluruhan”. Bagi Marx, cara produksi barang kebutuhan hidup menentukan
karakter umum proses kehidupan sosial, politik, dan spiritual. Jadi bukan
kesadaran manusia yang menentukan keberadaannya, tetapi keberadaan sosial yang
menentukan kesadaran manusia.
Revolusi
Sosialis
Pemerataan semua bentuk pemilikan menjadi pemilikan
modal di satu pihak, pemerataan segala bentuk pekerjaan menjadi pekerjaan
upahan di lain pihak, akhirnya menghasilkan keadaan di mana hanya tinggal dua
kelas saja yang saling berhadapan, yaitu kaum kapitalis dan proletariat. Tetapi
dua kelas itu tidak seimbang: kelas kapitalis adalah amat terkecil karena
kebanyakan kapitalis yang lebih lemah sudah hancur dalam persaingan tajam di
pasar bebas dan tersapu ke dalam proletariat. Padahal dalam tangan kelompok
kecil orang itu berkumpullah seluruh modal raksasa yang lebih tercipta dan
terus bertambah. Sedangkan proletariat memuat hampir seluruh anggota
masyarakat, tetapi mereka tidak memiliki apa-apa.
Tetapi, meskipun proletariat sudah terhisap habis, pemelaratan
mereka berjalan terus ke bawah tekanan pasar yang tanpa ampun menuntut peningkatan
produktivitas dari perusahaan-perusahaan yang ingin bertahan. Dengan demikian,
irasionalitas sistem produksi kapitalis mencapai puncaknya: gudang dan toko
penuh dengan segala macam komoditi yang amat dibutuhkan dan diminati
masyarakat, tetapi masyarakat tidak kuat untuk membelinya. Sang kapitalis tidak
dapat menjual barang yang di produksikannya, dan sang proletar tidak dapat
membeli barang yang ditawarkan. Di depan toko-toko yang penuh barang kebutuhan,
rakyat yang terdiri atas proletariat tidak mempunyai apa-apa lagi. Dengan
demikian akhirnya tercapai titik di mana proletariat tinggal memilih antara dua
alternatif saja: mati atau memberontak.
Orang yang sudah lama tertindas sering tidak kuat
untuk memberontak, maka akhirnya mati. Tetapi lain halnya dengan proletariat.
Seperti telah diuraikan, pada saat mereka semakin miskin, kesadaran berkelas
mereka malah semakin mantap. Semangat juang mereka semakin kokoh dan tak
terpatahkan. Mereka tidak akan membiarkan diri mati; mereka akan memberontak.
Mereka akan menjalankan revolusi sosialis.
Revolusi itu pada permulaannya akan bersifat politis:
proletariat merebut kekuasaan negara dan mendirikan “kediktatoran proletariat”.
Artinya, proletariat menggunakan kekuasaan negara untuk menindas kaum kapitalis
untuk mencegah mereka menggunakan kekayaan dan fasilitas luas yang masih mereka
kuasai untuk menggagalkan revolusi proletariat dan mengembalikan keadaan lama.
Jadi kediktatoran proletariat perlu untuk mencegah segala kemungkinan sebuah
revolusi balasan dari sisa-sisa kaum kapitalis. Setelah itu hak milik atas
tanah dan atas pabrik – pabrik serta alat – alat produksi lain dicabut dan
dialihkan ke negara.
Apabila sisa-sisa perbedaan kelas dalam masyarakat
sudah hilang, dengan sendirinya kediktatoran proletariat juga hilang karena
tidak ada kelas yang perlu diawasi dan ditindas lagi. Denga demikian “produksi
sudah terpusat dalam tangan individu-individu yang berasosiasi, maka kekuasaan
umum kehilangan sifat politisnya”. Negara lama-kelamaan menghilang. Dan dengan
penghapusan hak milik pribadi, proletariat “menghapus syarat-syarat
pertentangan kelas, syarat-syarat adanya kelas-kelas, dan dengan demikian
kekuasaannya sendiri sebagai kelas”.
Jadi dengan merebut kekuasaannya dan menghapus hak
milik pribadi, proletariat akhirnya menciptakan masyarakat tanpa kelas. Dalam
masyarakat tanpa kelas, negara sebagai “panitia untuk mengurus kepentingan
borjuasi”, tidak mempunyai dasar lagi: “Negara tidak ’dihapus’, negara menjadi
layu dan mati sendiri”. Masyarakat borjuis diganti dengan “asosiasi dimana
perkembangan bebas masing-masing anggota merupakan syarat perkembangan bebas
semua”. Maka komunisme itu adalah “loncatan umat manusia dari kerajaan
keniscayaan ke dalam kerajaan kebebasan”.
Kesimpulan
Kaum buruh merupakan kaum proletar yang kesemuanya
telah menjadi“korban” eksploitasi kaum borjuis. Marx meramalkan akan terjadi
suatu keadaan dimana terjadi kesadaran kelas di kalangan kaum proletar.
Kesadaran kelas ini membawa dampak pada adanya kemauan untuk melakukan
perjuangan kelas untuk melepaskan diri dari eksploitasi, perjuangan ini
dilakukan melalui revolusi.
Kemiskinan yang terjadi akibat kapitalisme bukanlah
kemiskinan alamiah, tetapi karena diciptakan oleh kapitalisme itu sendiri,
pengangguran dan kemiskinan merupakan nilai surplus bagi kapitalis, dan wajib
ada untuk memenuhi keperluan penyediaan buruh murah, sehingga keuntungan tetap berada
di tangan kapitalis atau kaum borjuis.Untuk mengejar nilai surplus yang dapat meningkatkan
modal, perpanjangan hari kerja dan eksploitasi buruh merupakan salah satu cara
yang digunakan kapitalis. Untuk menekan biaya produksi, penurunan upah sampai
dibawah nilainya pun dipaksakan oleh pengusaha.
Kondisi di atas disebut oleh Mark sebagai ‘pemfakiran
(pauperisation) atau ‘pemelaratan’ (emiseration). Disparitas relatif yang
terus membesar antara kelas pekerja dan kelas kapitalis ketika kelas kapitalis
terus menimbun kekayaan, upah kaum buruh tidak pernah dapat naik untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya, dan dipaksa untuk hidup dalam kemiskinan,
sehingga keberadaan mereka akan menjadi ‘penduduk surplus relatif’ bagi
kapitalis. Oleh sebab itu, komunisme diyakini akan menjamin keamanan dunia
karena revolusi proletariat dapat menghapuskan ruang jurang antara kelas
proletar dan bojuis. Konflik antara kelas masyarakat hanya dapat dihapuskan
jika semua kebutuhan masyarakat terpenuhi.
Daftar Pustaka
Magnis, S Franz.
1999. Pemikiran Karl Marx : Dari
Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionisme.Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Kattsof, Louis O. 1992. Pengantar Filsafat.
Yogyakarta : Tiara wacana Yogya
Louis,
Altusher. 2004. Tentang Ideologi
:Strukturalisme Marxis, Psikoanalisis, Cultural Studies (Terjemahan : Essays on
idelogy). Yogyakarta : Jalan Sutra
Ismail I
& Basir M Z K. 2012. International
Journal of Islamic Thought : Karl Marx dan Konsep Perjuangan Kelas Sosial (Vol.
1 : June)
Basuki, Ari. 2008. Perbandingan
Pemikiran Karl marx dan J. Khrisnamurti (vol 20)
No comments:
Post a Comment