Pages

KONSEP NASIONALISME SOEKARNO DALAM PNI 1927-1930


Pola pemikiran Soekarno dalam memperjuangkan nasib sangat dipengaruhi faktorfaktor yang berada di luar dirinya di samping faktor intelektual yang dimilikinya. Faktorfaktor yang berasal dari luar dirinya adalah kenyataan dari bangsa Indonesia yang berada dalam kondisi terbelakang karena adanya praktek kolonialisme dan imperialisme Belanda, telah membawa kesengsaraan dan penderitaan bangsa Indonesia karena telah terjadi penindasan hak asasi terutama dirasakan dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Faktor-faktor yang berasal dari intelektual yang dimilikinya adalah dari pengamatan yang dilakukan Soekarno terhadap masyarakat Indonesia ditemukan akarakar ideologi bangsa yang tumbuh di dalam masyarakat. Soekarno yang sudah dipengaruhi budaya Jawa berusaha untuk menerima dan mengubah unsur-unsur yang diterimanya menjadi suatu sintesa baru yang disesuaikan dengan kebudayaan bangsa Indonesia diantaranya tercermin di dalam konsepsinya tentang Marhaenisme, Pancasila serta Nasakom.

Kolonialisme Belanda yang akibatnya telah dirasakan rakyat Indonesia telah mendorong lahirnya nasionalisme yang merupakan suatu tekad, kesadaran nasional untuk mencintai nationnya atau bangsanya. Munculnya nasionalisme di Indonesia pada awal abad ke-20 ditandai dengan berdirinya organisasi politik dan partai politik yang di dalamnya dapat digunakan sebagai alat perjuangan politik untuk mencapai kemerdekaan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dengan perjuangannya.

Partai politik tersebut salah satunya yang muncul adalah PNI yang berdiri tahun 1927 dengan ketuanya Ir.Soekarno yang mempunyai tujuan utama untuk mencapai kemerdekaan, sedangkan asasnya berdiri di kaki sendiri, non kooperasi dan marhaenisme. Ketiga asas tersebut sebagai prinsip PNI. Soekarno sebagai tokoh PNI sebelumnya telah menjadi figur politik karena pemikiran politiknya sangat handal dalam menentang kolonialisme dan imperialisme Belanda melalui perjuangan politiknya. Dengan mengetahui perkembangan PNI dapatlah diketahui Soekarno melalui PNI-nya memperjuangkan bangsa Indonesia dalam menentang imperialisme dan kolonialisme Belanda.

Konsep Yang Mewarnai Pemikiran Politik Soekarno
Adapun faktor-faktor yang mewarnai pemikiran politik Soekarno adalah Nasionalisme, Tradisionalisme Jawa, Sosialis-Demokratis, Islam, dan Komunisme. Pada tahun 1926 Soekarno menulis tentang Nasionalisme, Islam dan Marxisme sebagai tiga rumpun ideologi yang mewarnai seluruh organisasi politik di Indonesia. Hal ini merupakan cara yang digunakan Soekarno dalam menghadapi masyarakatnya yang pluralistis, yaitu pertama bersama-sama satu tujuan menentang imperialisme, kedua mengawinkan semua ide yang ada dan tumbuh di dalam masyarakat menjadi ide baru yang lebih tinggi yang bisa di terima oleh semua unsur penting yang ada.
Untuk lebih jelasnya, maka akan  diuraikan satu demi satu konsep yang mewarnai pemikiran politik Soekarno.

Nasionalisme
Nasionalisme di Indonesia seperti yang telah dikembangkan oleh Soekarno mencerminkan rasa antinya kepada kolonialisme dan imperialisme. Adanya imperialisme dan kolonialisme yang ingin menguasai semua sektor dari tanah jajahan, baik itu sektor politik, ekonomi, sosial dan sebagainya telah menjadikan kehidupan
rakyat di tanah jajahan menderita lahir dan batin. Penderitaan bangsa Indonesia akibat adanya penjajahan Belanda sangat mempengaruhi nasionalisme Soekarno. Nasionalisme yang diyakininya adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan, dalam arti Soekarno tidak senang terhadap tindakan yang dilakukan oleh kaum penjajah yang menginjak-injak harkat dan martabat bangsa Indonesia atau bangsa lain serta menganggap kalau bangsanya sendiri yang paling tinggi martabatnya. Soekarno menginginkan nasionalisme yang tidak membenci bangsa lain, yang hidup dalam taman sarinya internasionalisme.
Pada mulanya nasionalisme yang dikembangkan oleh Soekarno adalah anti kolonialisme dan imperialisme saja, kemudian berkembang menjadi bersifat anti unsur-unsur liberal barat. Bagi Soekarno nasionalisme yang berkembang di barat berbeda yang berkembang di Asia umumnya dan di Indonesia khususnya. Nasionalisme yang ada di barat mempunyai ciri-ciri komersialisme, kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme, maka nasionalisme di timur (Asia) khususnya di Indonesia bersifat anti kolonialisme dan imperialisme.

Memang tidak dapat disangkal bahwa Soekarno seorang nasionalisme tulen, atau dapat dikatakan pula Soekarno adalah seorang nasionalisme radikal. Segala pemikiran politiknya ditujukan demi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. Soekarno adalah tokoh nasionalis yang belum ada tandingannya di Indonesia. Hal ini pernah dikatakan oleh Herbert Feith dalam Alfian (1981 : 100) yaitu :
Citra Soekarno di antara ideolog Indonesia cukup tinggi, citranya di kalangan tokoh nasionalis radikal pada masa itu sangat memuncak sekali. Memang nyatanya kebanyakan pemikir nasionalisme radikal pada masa itu tidak lebih dari pada pembawa gagasan Soekarno saja, tidak saja karena kekuasaan Soekarno sangat besar, tetapi mereka tidak sememukau Soekarno dalam mengemukakan pendapatnya.
Di antara pemikir-pemikir modern di Indonesia, Soekarno adalah yang terbesar. Hal ini bukan karena kualitas pemikiran-pemikiran yang orisinil dan brilian, tetapi juga karena pemikiran-pemikirannya itu mampu menjangkau ke jauh ke dalam lapisan masyarakat. Sebagai seorang cendekiawan yang mempunyai kemampuan besar di dalam menuangkan pemikiran-pemikirannya yang jernih, Soekarno juga seorang orator atau seorang yang ahli pidato yang mempunyai kemampuan tinggi dan karismatik yang mampu menyampaikan pemikiran-pemikirannya dengan gaya yang amat menarik dan mudah dimengerti oleh khalayak ramai.
Melalui PNI-nya Soekarno mengobarkan semangat nasionalisme rakyat, karena bagi Soekarno gambaran imperialisme dan kolonialisme tidak pernah berakhir, dan Soekarno selalu berusaha untuk memeranginya dengan jalan menanamkan jiwa nasionalisme ke dalam setiap warga negara Indonesia.

Tradisionalisme Jawa
Tradisionalisme Jawa adalah segala tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari dari orang-orang Jawa, baik dalam segi sosial, ekonomi, politik dan pemerintahan. Dalam segi sosial orang-orang Jawa suka membantu dan kerja sama (gotong royong), dalam segi ekonomi orang-orang Jawa tidak banyak menuntut dan bersifat apa adanya (nrimo) dan dalam segi politik dan pemerintahan orang-orang Jawa mempunyai pandangan bahwa kekuasaan bersumber dan berbentuk sama saja, artinya kekuasaan di tangan individu atau kelompok lainnya itu sama saja, atau dengan kata lain orang-orang Jawa mengatakan bahwasannya anak itu harus patuh dan taat kepada orang tuanya dan sebaliknya orang tua harus bisa mendidik anaknya serta orang tua harus mengayomi anak-anaknya dari segala gangguan.
Bagi yang mendalami dan memahami kebudayaan Jawa dengan sungguhsungguh maka akan mengerti bahwa pemikiran-pemikiran baru bisa lahir karena ciri atau sifat sinkretisme dari kebudayaan Jawa sendiri. Menurut Alfian (1981 : 118) :

Sinkretisme memungkinkan orang-orang Jawa untuk memadu apa-apa yang baik dari dalam dirinya sendiri dengan apa-apa yang baik pula dari luar dirinya, dan melalui perpaduan ini akan lahir manusia-manusia baru yang lebih baik dan maju tanpa kehilangan landasan dasar, kebudayaannya sendiri dan tempat berpijak.
Jalan pemikiran Soekarno juga diwarnai oleh sifat sinkretisme yang kuat. Hal ini terlihat dari cara berpikirnya yang menerima dan kemudian mengubah dari unsurunsur yang berbeda menjadi suatu unsur dalam bentuk baru yang sesuai dengan kebudayaannya dan tidak meninggalkan ciri-ciri tradisinya. Soekarno mempunyai kemampuan yang besar dalam mempertemukan atau mengawinkan ide-ide yang bertentangan atau kadang-kadang berlawanan ke dalam suatu sintesa yang baru yang telah di analisa dengan jalan pikirannya sendiri. Marhaenisme, Pancasila dan Nasakom yang telah dilahirkannya sebagai ide politiknya adalah keinginan Soekarno untuk mengkompromikan atau mengawinkan semua ide yang ada dan tumbuh di dalam masyarakatnya menjadi ide baru yang lebih tinggi tempatnya yang bisa diterima oleh semua unsur di dalam masyarakat.
Orang-orang Jawa sering memasukkan unsur-unsur yang datangnya dari luar dirinya yang mereka anggap baik, dan kemudian unsur-unsur tadi dipadukan dengan kebudayaannya sendiri. Sebagai contoh sebelum masuknya agama Hindu dan Budha ke Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur) orang-orang Jawa sudah mempunyai kepercayaan sendiri, yaitu animisme dan dinamisme. Sesudah agama Hindu dan Budha masuk ke Jawa dan dianut oleh orang-orang Jawa bukan berarti orang-orang Jawa meninggalkan kepercayaan aslinya, tetapi terjadi perpaduan antara agama Hindu-Budha dengan kepercayaan asli tersebut. Sebagai contoh masih adanya sesaji kepada nenek moyang yang telah meninggal dan sesaji terhadap tempat-tempat yang dianggap keramat.

Faktor lain yang dianggap menyuburkan mitologi Jawa adalah adanya wayang atau dengan kata lain adanya cerita-cerita dalam pewayangan. Cerita dalam pewayangan banyak mempengaruhi pandangan hidup dan tingkah laku orang-orang Jawa pada umumnya dan tingkah laku Soekarno dalam bidang politik khususnya. Dalam hal ini Alfian (1981 : 100) menyatakan :

Proses sosialisasi politik Soekarno di mulai pada masa kanak-kanaknya, sewaktu dia masih bernama Kusno dan tinggal bersama kakeknya di Tulungagung, waktu dia menjadi pecinta wayang yang fanatik, yang lambat laun memahami betul falsafah-falsafah ceritanya, apa yang dia tonton pada malam-malam berikutnya lambat laun akan tertanam dalam diri Soekarno sebagai nilai-nilai yang banyak mempengaruhi tingkah laku sehari-hari, baik tingkah laku sosial maupun tingkah laku politik.
Cerita wayang yang sangat mempengaruhi proses sosialisasi atau proses pendidikan politik Soekarno adalah cerita Bharata Yudha dari Mahabharata yang menggambarkan peperangan antara dua keluarga yang bermusuhan, yaitu Kurawa melawan Pandawa. Menurut Dahm, Soekarno terutama sekali tertarik pada tokoh Bima dari Pandawa, Bima adalah seorang ksatria dari Pandawa yang mempunyai sifat-sifat tidak mengenal kompromi dengan musuh yang datang dari luar golongannya, dan pada waktu yang sama berusaha berkompromi dengan mereka yang segolongan dengan Bima sendiri. Oleh karena itu Bernard Dahm menganggap bahwa tidak ada jalan yang tepat untuk mempelajari dan mengerti Soekarno selain melalui tokoh Bima dalam pewayangan tersebut. Sifat-sifat ini sangat menonjol dalam perkembangan pemikiran dan tingkah laku politiknya pada tahun-tahun berikutnya. Sifat tidak mengenal kompromi terhadap musuh luar atau asing jelas ditunjukkan oleh sikap anti kolonialis dan anti imperialisme Soekarno yang sangat keras, kemudian kesediaannya untuk berkompromi dengan mereka yang segolongan dengan Soekarno ditunjukkan oleh Soekarno dalam usaha-usahanya untuk mencarikan landasan yang sama bagi masyarakatnya yang pluralistis (sama-sama menentang penjajah asing).
Sosialisme Demokrasi
Sosialisme demokrasi adalah demokrasi yang mengutamakan kepentingan masyarakat. Sosialisme juga sering dikatakan atau dinamakan masyarakat banyak. Sosialisme demokrasi juga dapat juga dikatakan dengan sosio demokrasi. Dalam hal ini Soekarno menyatakan : “Sosialisme adalah terambil dari perkataan yang berarti : masyarakat, pergaulan hidup, dan hidup tumbuh. Sosio nasionalisme adalah dua nasionalisme masyarakat, dan sosio demokrasi adalah masyarakat “ (Fikiran Ra’jat, 1932).
Soekarno lebih tertarik akan sistem demokrasi rakyat yang tidak didasarkan pada perbedaan-perbedaan kelas dalam kehidupan di masyarakat. Sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, Soekarno telah mencanangkan perlunya suatu demokrasi yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia. Demokrasi yang diharapkan Soekarno bukan hanya dalam bidang politik saja, tetapi juga dalam demokrasi ekonomi. Dalam hal ini atau dalam hal demokrasi ekonomi Soekarno tidak menjelaskan lebih jauh gagasan-gagasannya tersebut.

Islam
Peranan orang-orang Islam dalam perjuangan kemerdekaan maupun dalam mengisi kemerdekaan tidak kecil, karena satu dari faktor terpenting yang mendukung nasionalisme terpadu adalah tingginya derajat homogenitas agama di Indonesia, sebab agama Islam bukan hanya suatu ikatan biasa, ini benar-benar merupakan semacam simbol kelompok dalam (in group) untuk melawan pengganggu asing yang menindas suatu agama yang berbeda. Maka menurut Wertheim dalam George Mc.Kahin (1995 : 100) :
Seseorang memang tidak menunjang paradoks bahwa perluasan Islam di kepulauan Indonesia adalah akibat ulah orang-orang barat. Datangnya orang orang Portugis di wilayah ini, katanya, mendorong sejumlah besar bangsawan Indonesia untuk memeluk kepercayaan Islam sebagai suatu pergerakan politik melawan penetrasi Kristen.
Menurut Snouck Hurgronye dalam George Mc Kahin, bahwa agama Islam tidak begitu saja menyerapkan nurani suatu ciri kebangsaan secara pasif. Agama ini menjadi pengadaan saluran dini dari perkembangan nasionalisme yang matang, nasionalisme modern, suatu saluran yang sampai sekarang masih sangat penting. Karakter unik agama Islam yang dimiliki oleh hampir 90% penduduk Indonesia yang mempercayainya membantu kemungkinan ini. Di negara Islam lain mungkin tidak ditemukan toleransi agama yang setinggi itu, kurangnya kefanatikan dan keterbukaan kepada gagasan-gagasan baru seperti di Indonesia. Hal ini menyebabkan banyak partai-partai politik sebelum Indonesia merdeka bernaung atau bersumber dari agama Islam, sehingga dengan demikian ideologi (agama Islam) ini turut serta menentukan pergerakan nasional Indonesia.
Ajaran-ajaran dari agama Islam baik secara langsung maupun tidak langsung ikut serta mendasari atau mewarnai serta mempengaruhi pola pemikiran dan pelaksanaan politik Soekarno. Menurut Soekarno Islam merupakan agama yang progresif dan rasionil bukan sebagai apa yang dipraktekkan di Indonesia, yang menurutnya masih kolot dan sebab itu masih jauh dari sifat-sifat progresif dan rasionil. Pandangan ini bertambah diyakininya setelah terlibat mempelajari agama Islam lebih mendalam antara tahun 1912-1941. Dalam pandangannya ini Soekarno melihat bahwa Islam tidak merintangi dan menghalangi kemajuan zaman, sehingga Islam berjalan seiring dengan kemajuan zaman walaupun dalam ajaran-ajaran Islam tidak pernah berubah. Kekolotan praktek Islam negeri ini menurut Soekarno harus dirombak dan disesuaikan dengan kemajuan zaman, karena Islam tidak menyuruh orang untuk duduk terenung sehari-hari di dalam masjid dan memutarkan tasbih di dalam masjid, tetapi Islam adalah perjuangan. Ajaran Islam menentang kolonialisme dan imperialisme, sehingga banyak pemberontak-pemberontak melawan penjajahan Belanda pada masa yang lalu, serta organisasi-organisasi pada masa pergerakan nasional berada di bawah panji-panji Islam. Hal ini sejalan dengan nasionalisme Soekarno yang menentang imperialisme dan kolonialisme.

Komunisme
Komunisme adalah suatu paham dimana segala kekuasaan, baik itu kekuasaan dalam bidang sosial, ekonomi, politik dan pemerintahan semuanya di kuasai oleh negara. Bahkan kebebasan beragamapun juga dilarang oleh negara. Masyarakat komunis merupakan suatu masyarakat yang tidak mengenal perbedaan kelas. Komunis menolak sistem kelas-kelas dalam masyarakat, menurut konsep komunisme dalam kehidupan bermasyarakat adalah sama rasa dan sama rata, dimana dalam sistem ini kebebasan individu tidak diberikan.
Soekarno yang pada waktu itu menjadi tokoh pergerakan nasional bangsa Indonesia berusaha untuk membebaskan bangsa dan negaranya dari ketidakadilan yang dilakukan kaum penjajah. Perjuangan Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsanya dipengaruhi oleh cara perjuangan marxist, yaitu dengan jalan radikalisme. Dalam hal ini Soekarno menyatakan, bahwa ”non-cooperation” kita adalah juga telah kita tegakkan, berisi aktivitas dan radikalisme, radikalisme semangat, radikalisme sepak terjang, radikalisme pikiran, radikalisme dalam segala lahir batin. Menurut Soekarno dalam (Suhartoyo Hardjosatoto, 1985) non-kooperasi yang dimaksudkan adalah non-kooperasi yang berdasarkan pada keyakinan dan kenyataan, dimana antara Belanda dan Indonesia ada suatu pertentangan kebutuhan yang tidak dapat ditutup, baik itu kebutuhan Indonesia untuk merdeka dan lepas dari segala penjajahan dan kebutuhan Belanda untuk tetap mempertahankan penjajahan di Indonesia.

Pemikiran Soekarno yang cepat dan sifat kritisnya yang kuat telah memungkinkan Soekarno untuk melahirkan konsep marhaen yang merupakan hasil olahan pemikirannya. Marhaen di Indonesia berbeda dengan kaum proletar di negaranegara Barat untuk menyebut kaum buruh yang tertindas, tetapi kaum marhaen menurut Soekarno (1985: 107) adalah sebagai berikut : ”Bukan kaum proletar (kaum buruh) saja, tetapi adalah kaum buruh dan kaum melarat serta kaum melarat lainnya di Indonesia, seperti kaum dagang kecil, kaum ngarit, kaum tukang kaleng, kaum gerobak, kaum nelayan dan kaum nelayan dan kaum lain-lain”.

Walaupun dalam pemikiran Soekarno dipengaruhi oleh pemikir sosialissosialis Barat dalam perjuangan politiknya, tetapi dalam kehidupan sehari-hari dan keyakinannya Soekarno bukan marxist atau komunis. Pernyataan Soekarno adalah : ”Tak seorangpun manusia progresif yang berfikiran sehat akan menentang cita-cita komunis dalam bidang sosial dan ekonomi, kami menyetujui ini semua, akan tetapi aku tidak melupakan Tuhan, jadi aku tidak mungkin jadi komunis” (Cindy Adams, 1966: 272).

Pemikiran-pemikiran Soekarno biasanya berkaitan erat dengan realita-realita hidup dalam masyarakat Indonesia, oleh karena itu pemikiran-pemikirannya tampak mengandung relevansi yang kuat dan dalam. Pemikiran Soekarno dapat dikatakan selalu terarah kepada keperluan untuk mencari pandangan hidup atau ideologi bersama yang bisa dipakai sebagai tali pengikat masyarakat Indonesia yang majemuk ke dalam satu bangsa yang benar-benar bersatu. Melalui pengamatan yang dalam, Soekarno selalu berusaha mencari akar-akar dari ideologi bangsa Indonesia yang ingin dibangunnya. Dari permulaan perkembangan pemikirannya, Soekarno selalu mencari dan kemudian menemukan serta melihat beberapa fenomena atau masalah yang telah menjadi sasaran dari pemikirannya. Salah satu fenomena atau masalah tersebut adalah dinamika yang terkandung di dalam berbagai aliran pemikiran yang hidup dalam masyarakat.

Salah satu fenomena yang dilihatnya adalah kuatnya perhatian pada pemenuhan kebutuhan rohani, di samping pemenuhan kebutuhan materi. Hal itu jelas terlihat dari kritik-kritik yang dilontarkan terhadap kebudayaan barat yang materialistis oleh pemikiran-pemikiran baru tentang kebudayaan dan pemikiran modernisasi Islam. Beberapa fenomena atau masalah lagi yang berupa perhatian kuat terhadap demokrasi, keadilan sosial dan kemanusiaan. Melalui cara berfikirnya yang tajam, oleh sebagian ahli juga dianggap sinkretis.

Penerapan Pemikiran Soekarno Dalam PNI
PNI termasuk salah satu di antara partai yang besar pengaruhnya di Indonesia. Dimulai dengan saat kelahirannya PNI yang pertama kali yaitu pada Juli 1927, yang didasarkan pada Marhaenisme yang diajarkan oleh Soekarno yang mempunyai kejadian yang menarik dalam tubuh partai ini. 
Partai ini pernah berselisih pendapat dengan Islam dalam banyak kesempatan dan peristiwa, karena PNI mendapat tuduhan yang menyebutkan bahwa PNI anti Islam menentang poligami, namun PNI tidak bermaksud menghapus poligami hanya menginginkan monogami untuk lebih mengangkat derajat wanita.

Dilihat dari basisnya terutama yang ada di Jawa Tengah jelas terlihat PNI memang merakyat. Dasar kenyataan yang menjadi idaman para pendiri partai ini rupanya menjadi kenyataan. Jika kehadirannya di desa-desa di Jawa bisa dijadikan indikator bagi merakyatnya partai ini, maka pengaruh kharisma pemimpinnya terutama Soekarno ikut menambah mengalirnya orang desa untuk menjadi anggota partai ini. Sesuai dengan konsep kepemimpinan menurut kebudayaan Jawa Soekarno yang didewa-dewakan dan mempunyai banyak pengaruh yang begitu besar, kendatipun Soekarno sendiri tidak banyak menampakkan gejala untuk dikultuskan kaum priyayi. Peranan Soekarno dalam menyuburkan kehidupan PNI dapat dibuktikan fanatisme warganya yang mengikuti pidatopidatonya di berbagai kesempatan walaupun demikian panjangnya (Drs. M Rusli Karim 1983 dalam Naning 2000: 35).

PNI lahir sebagai tanda kesadaran rakyat Indonesia sebagai kelanjutan 20 tahun pergerakan nasional Indonesia. PNI didirikan dan dipimpin oleh kaum terpelajar Indonesia, dengan pengertian dan pengalaman mereka tentang hal pergerakan, maka mereka mengetahui bahwa semangat nasional sudah umum tersebar di kalangan rakyat, yang menjadi persoalan adalah bagaimana semangat nasional lahir dapat dihimpun dan dipadukan menjadi satu kekuatan nasional.

PNI adalah partai politik pertama di Indonesia yang semata-mata mendasarkan diri pada nasionalisme, yang bertujuan menyatukan seluruh persatuan bangsa tanpa membedakan golongan, suku dan agama. Karena itu kelahirannya mempunyai arti penting untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Lewat PNI ini gerakan kemerdekaan mencapai kemajuan yang menentukan dalam seluruh proses evolusi pergerakan kemerdekaan yang telah ada (Nazaruddin Syamsuddin, 1988).

Boleh dikatakan bahwa PNI merupakan wadah uji coba atas semua teori dan pemikiran politik Soekarno yang telah dikembangkan sejak muda sampai tahun 1927 (Cindy Adam, 1966). Di bawah kepemimpinan Soekarno, PNI berkembang pesat. Setiap orang yang hendak menjadi anggota partai haruslah melalui kursus-kursus yang disebut “kader forming”, sehingga cita-cita partai cepat menyebar pada masyarakat luas dan maksudnya cepat dimengerti rakyat.

Selama empat tahun kehidupan PNI banyak dipengaruhi oleh Soekarno di bawah kepemimpinannya, PNI telah mencapai hal-hal yang mempengaruhi keberadaan bangsa Indonesia. Drs R Nalean dalam G. Moedjanto (1989) menyebutkan pengaruh tersebut sebagai berikut :
  • Tertanamnya kesadaran persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tanpa melihat pada perbedaan, suku, ras, agama dan jenis kelamin.
  • Tertanamnya kesadaran untuk merdeka di seluruh bangsa Indonesia berdasarkan setiap bangsa mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
  • Tertanamnya ide keadilan sosial bagi seluruh masyarakat bangsa yang merdeka sebagai embrio dari Pancasila dan UUD 1945.
  • Bahasa Indonesia makin populer dan dikenal masyarakat umum.
  • Warna dan bendera merah putih menjadi milik bangsa, sebagaimana tertera dalam panji-panji merah putih dan kepala banteng.
  • Lagu Indonesia Raya semakin populer sebagai lagu kebangsaan.
Sementara itu, pentingnya pendirian PNI oleh Soekarno bagi perjuangan nasional Indonesia mengandung arti yang penting untuk perjuangan kemerdekaan. Peristiwa itu sangat menentukan, bukan saja bagi keluarga besar PNI sendiri, melainkan secara obyektif juga untuk hari depan bangsa Indonesia. Bahkan sifat yang menentukan itu bukan saja mengenai situasi politik di Indonesia sebelum perang dunia ke dua semata-mata, lebih tegas lagi bukan saja mengenai episode perjuangan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 melainkan juga secara terus-menerus meliputi periode dalam kehidupan nasional.

Lahirnya PNI bukan saja berarti sekedar bertambahnya di negeri ini dengan satu partai politik di samping partai-partai yang lainnya, namun kali ini suatu partai baru yang bersifat nasional Indonesia dalam arti luas dan tidak ”cauvinistis”. Tetapi PNI adalah partai yang membawa misi khusus yakni tugas untuk menyatukan seluruh rakyat Indonesia dengan tiada membedakan ras, suku, agama dan sebagainya. Dalam satu kekuatan yang hebat karena persatuan bangsa ini merupakan “conditio sure quo non” (syarat mutlak) untuk dapat merealisasikan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia dalam suatu negara nasional yang merupakan pintu gerbang atau jembatan emas.

Bagi Soekarno sendiri menganggap dirinya sebagai seorang pemberontak Soekarno menganggap rakyat Indonesia sudah siap dan Indonesia harus merdeka (Cindy Adams, 1966). Dukungan yang luas dari rakyat Indonesia kepada PNI semata-mata disebabkan oleh asas Marhaenisme dan oleh figur Soekarno sebagai pemimpin yang kharismatik yang sangat berpengaruh pada masa perjuangan sebelum kemerdekaan. Bagi PNI, Soekarno dianggap bukan saja pendiri dan pencetus ajaran Marhaenisme yang menjadi asas partai, tetapi lebih dari itu telah menjadi faktor kunci dalam mengikat hubungan dengan massa pendukungnya.

Penutup
Hasil pemikiran Soekarno antara lain dipengaruhi oleh potensi intelektual yang dimiliki, kemampuan untuk berpikir bebas, pengaruh latar belakang sosial budaya yang pernah dialaminya, serta diperkenalkannya dengan dunia luar atau pemikiran orang lain yang digunakan sebagai pembanding. Soekarno juga melakukan pengamatan yang cermat terhadap masyarakat sebelum melahirkan masyarakatnya. Adapun faktor-faktor yang mewarnai pemikiran politik Soekarno adalah Nasionalisme, Tradisionalisme Jawa, Sosialis-Demokratis, Islam, dan Komunisme. Soekarno berhasil merangkai nilai-nilai dasar yang terkandung di berbagai aliran pemikiran yang hidup dan tumbuh di dalam masyarakatnya, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, kemudian di rangkum dalam suatu pemikiran yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakatnya.
Soekarno menemukan pembenaran bagi suatu bentuk nasionalisme yang tidak mengandung komitmen tertentu terhadap Islam, teori perjuangan kelas, maupun kaitan formal dengan kelompok etnik tertentu. Di dalam gerakan anti penjajahan yang terpecahpecah saat itu Soekarno melihat adanya bukti bahwa yang terpenting adalah dicapainya persatuan antara Islam, Marxisme dan Nasionalisme dalam mencapai kemerdekaan. Dalam prakteknya, secara tidak langsung Soekarno mengatakan bahwa Nasionalisme lebih diutamakan daripada Islam dan Marxisme. Hal ini terbukti dengan didirikannya PNI pada tahun 1927 yang berideologikan nasionalisme sekuler.

Dengan gerakan politik Soekarno dengan PNI-nya berkeinginan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat yang miskin, membangun suatu masyarakat adil dan makmur. Untuk mencapai hal tersebut rakyat Indonesia haruslah senantiasa berjuang menentang kapitalisme dan kolonialisme yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan rakyat. PNI dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan menggalang persatuan dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia, yang mempunyai basis perjuangan dalam diri kaum Marhaen. Seperti diketahui bahwa perjuangan kemerdekaan merupakan proses kesinambungan dari pergerakan nasional, sedangkan jiwa persatuan merupakan intisari kekuatan rakyat Indonesia untuk dapat melepaskan diri dari belenggu penjajah.

Daftar Pustaka
Alfian. 1981. Pemikiran dan Perjuangan Politik Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia. 

Cindy Adams. 1966. Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Jakarta : PT Gunung Agung.

Moedjanto. G. 1989. Indonesia Abad Ke-20. Yogyakarta : Kanisius.

Onghokham, Bernharl Dahm. 1978. Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES.

Suhartoyo Hardjosatoto. 1980. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia Suatu Analisa Ilmiah. Yogyakarta : Liberty.

Soekarno. 1985. Indonesia Menggugat. Jakarta : Inti Idayu Press.

kuyen kuyasakti

Rakyat jelata yang haya ingin berbagi informasi.

No comments:

Post a Comment