Pages

Kekeliruan Berpikir

Tapi janganlah pula kita sesat karena mengunggulkan dan menunggalkan logika itu dengan tidak mngenal batas dan kelemahannya
Tan Malaka, Madilog

B
erpikir adalah aktivitas yang dilakukan oleh seluruh manusia. Suatu aktivitas yang berhubungan erat dengan kerja akal. Akal manusialah yang menjadi salah satu alat menyerap pengetahuan, menemukan dan membedakan mana yang benar atau keliru.

Namun, manusia yang memiliki pengetahuan terbatas ataupun belum memaksimalkan fungsi akalnya terkadang terjebak kepada kekeliruan atau kerancuan dalam berpikir. Hal ini wajar, karena akal bekerja berdasarkan hukum-hukum universal tertentu. Ketidaktaatan terhadap hukum-hukum universal dalam berpikir, menjadikan seseorang melakukan kekeliruan atau kesalahan. Dalam ungkapan yang ekstrem, seseorang yang tidak menaati hukum berpikir dapatlah dikatakan  sebagai seseorang yang tidak rasional (irrasional).

Orang kemudian mengenal hukum-hukum  berpikir rasional yang universal itu dengan istilah Logika. Suatu istilah yang diperkenalkan oleh Aristoteles, filsuf Yunani kuno. Di dunia Arab (Islam), Logika kemudian populer dengan istilah Mantiq. Dan kekeliruan berpikir adalah salah satu bagian penting yang dibahas dalam studi tentang logika.

Bagi setiap orang , apalagi kaum cendekiawan, menghindari melakukan kekekeliruan dalam berpikir ini menjadi suatu keharusan. Sebab dari proses berpikirlah kehidupan, budaya, tradisi, bahkan sebuah peradaban dibangun. Bukankah peradaban yang berakar dan dibangun dari cara berpikir yang salah akan menyengsarakan manusia. Jalaludin  Rahmat, cendekiawan muslim  kenamaan Indonesia itu bahkan menempatkan kekeliruan berpikir sebagai salah satu penghambat pertama dan utama proses rekayasa sosial dalam masyarakat.

Banyak pengelompokan yang dilakukan oleh berbagai pemikir terhadap aspek-aspek yang termasuk ke dalam  kekeliruan berpikir, baik secara umum maupun secara detail. Tapi dari berbagai pembagian aspek yang berhubungan dengan kekeliruan itu, pembagian oleh Mundiri (Logika, 1994), sepertinya merupakan salah satu pembagian yang cukup akurat dan sederhana. Mundiri membagi jenis-jenis kekeliruan itu ke dalam 3 kelompok besar ; kekeliruan formal yang berhubungan dengan bentuk dari premis-premis dalam silogisme, kekeliruan informal yang berhubungan dengan aspek materi dari suatu kesimpulan logis, dan kekeliruan penggunaan bahasa yang berhubungan dengan pelak-pelik ungkapan dan tata bahasa yang kemudian menyebabkan kesalahan penafsiran. Ketiga kelompok besar ini, memerlukan uraian tersendiri untuk dapat kita ketahui bagian-bagiannya.

Terjadinya kesalahan berpikir, memang terkadang gampang-gampang susah untuk dideteksi. Saya tak hendak mengkritik Tan Malaka dalam kutipan yang nongkrong di awal tulisan ini, dengan mengatakan bahwa dia telah melakukan kekeliruan berpikir dengan ungkapannya yang menyatakan bahwa mengunggulkan logika dapat menyesatkan kita. Saya justru ingin memberikan contoh kesalahan berpikir dari mereka yang mempelajari logika an sich. Bukankah sebuah ironi bila logika mengajarkan kita untuk taat pada kebenaran (hukum akal) dan memaksimalkan fungsi dan kerja akal itu sendiri, mereka yang mempelajarinya justru tak mengenal substansi dari apa yang dinamakan berpikir dan tak paham atau tahu definisi sejati dari akal (alat berlogika) itu sendiri.

Tan Malaka mungkin benar dalam mengomentari masalah logika, sehingga ia menggabungkannya bersama paham materialisme dialektika. Ibnu Taymiyah mungkin juga benar dengan menganggap kafir mereka yang belajar logika, karena tak memberikan pengaruh pada perilaku keberagamaan mereka. Karenanya, setelah belajar logika dan menghilangkan kerancuan berpikir itu kita sudah mesti tahu tentang apa yang harus kita lakukan selanjutnya?  What next gitchu lo? Kalo ga tau juga, cara berpikir kita sepertinya masih tetap bermasalah deh kayaknya 

kuyen kuyasakti

Rakyat jelata yang haya ingin berbagi informasi.

No comments:

Post a Comment